Sholeh Darat bukan sebatas nama. Ia adalah simbol yang dieperbutkan karena kharisam dan kepribadian. Tentu, menulis tentang Mbah Sholeh Darat tidak bisa dibatasi oleh tebal halaman buku dan majalah. Untuk mendapatkan gambaran utuh -setidaknya, harus membaca karya-karyanya. Bagaiman buku-buku karya Kyai Saleh Darat disusun, dalam situasi seperti apa hinga menggunakan bahasa Arab Pegon yang kini jarang dikenal kecuali hanya di kalangan pesantren.
Itulah sisi biografi Mbah Saleh Darat yang harus dimulai dibuka dari sensibilitas sang kyai terhadap lingkungan. Kyai Sholeh bukan tidak mampu menulis menggunakan bahasa Arab. Jangan ditanya lagi kapasitas Kyai Sholeh dalam mengugemi warisan intelektual ulama' salaf. Karyanya bisa jadi bukti. Buku berjudul "Munjiyat" bisa Anda baca sebagai warisan literasi Kyai Sholeh yang diambil dari kita Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
Pilihan menggunakan Pegon adalah sebentuk sensibilitas Kyai Sholeh Darat akan kebutuhan masyarakat ketika itu. Dulu, orang lebih banyak mengenal Arab Pegon daripada teks Latin. Jadi, ketika menulis, Kyai Sholeh sudah mengimajinasikan kepada siapa kitab yang disusun itu disebarluaskan, walau tanpa disangka ternyata banyak dipelajari oleh orang-orang di luar negeri, hingga kini.
Selain sensibilitas, titik pijar dan titik-titik Kisar Kyai Sholeh juga perlu ditulis untuk memberikan gambaran yang lebih utuh. Inilah yang memerlukan kerja keras mendapatkan informasi dari sumber primer dan data primer di lapangan, hal yang paling sulit dalam proses penulisan biografi tokoh.
Itulah sisi biografi Mbah Saleh Darat yang harus dimulai dibuka dari sensibilitas sang kyai terhadap lingkungan. Kyai Sholeh bukan tidak mampu menulis menggunakan bahasa Arab. Jangan ditanya lagi kapasitas Kyai Sholeh dalam mengugemi warisan intelektual ulama' salaf. Karyanya bisa jadi bukti. Buku berjudul "Munjiyat" bisa Anda baca sebagai warisan literasi Kyai Sholeh yang diambil dari kita Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
Pilihan menggunakan Pegon adalah sebentuk sensibilitas Kyai Sholeh Darat akan kebutuhan masyarakat ketika itu. Dulu, orang lebih banyak mengenal Arab Pegon daripada teks Latin. Jadi, ketika menulis, Kyai Sholeh sudah mengimajinasikan kepada siapa kitab yang disusun itu disebarluaskan, walau tanpa disangka ternyata banyak dipelajari oleh orang-orang di luar negeri, hingga kini.
Selain sensibilitas, titik pijar dan titik-titik Kisar Kyai Sholeh juga perlu ditulis untuk memberikan gambaran yang lebih utuh. Inilah yang memerlukan kerja keras mendapatkan informasi dari sumber primer dan data primer di lapangan, hal yang paling sulit dalam proses penulisan biografi tokoh.
